Riset! Buat Karyamu Nyata dan Terpercaya di Mata Penikmatnya

Dear penulis keren.

Dalam kesempatan ini saya ingin sharing tentang kebutuhan riset dalam penulisan. Untuk menuju ke topik tersebut, rasanya kita perlu mengetahui terlebih dahulu struktur ide.

A. STRUKTUR IDE

Secara sederhana saya membagi struktur ide terdiri atas tiga aspek:

1. Pengalaman

2. Referensi

3. Observasi/Pengamatan

Pada prakteknya, aspek pengalaman dan observasi kerapkali menjadi satu kesatuan, sehingga ketiga hal tersebut di atas dapat dikelompokan ke dalam dua aspek saja:

a. Frame of reference (Kerangka Referensi) yang terbentuk dari berbagai sumber referensi: media tulis online ataupun offline (buku, majalah, media online dan sebagainya), media audio (podcast, radio dan sebagainya) dan audio visual (film, televisi, media audio visual online)

b. Field Of Experience (Bidang pengalaman) terdiri pengalaman langsung (terlibat berbagai aktifitas dan peristiwa) dan hasil pengamatan (observasi) seperti mengamati kehidupan pemulung, badut jalanan dan sebagainya sebagai salah satu sumber ide.

Setelah mendapatkan gambaran bagaimana struktur ide, maka kita beranjak pada tahapan berikutnya mengenai kebutuhan riset dan tahapannya untuk memperkaya penulisan.

Tahapan riset bersumber dari kedua aspek ataupun salah satu aspek dalam struktur ide tersebut: FoR dan FoE. Darimanapun sumbernya, secara sederhana saya menggambarkan tahapan riset dalam empat tahapan.

B. TAHAPAN RISET

1. Membuka diri

• Proses membuka diri ini sangat diperlukan dalam tahapan pertama riset agar penulis dapat melihat berbagai kemungkinan untuk mengembangkan alur cerita, memilih genre, menentukan bentuk penulisannya. Selain itu juga proses membuka diri berarti juga membuka wawasan yang akan memperkaya ide. Hal ini juga akan mengurangi writing block yang biasanya dialami penulis saat kehabisan ide.

2. Simpan

• Proses penyimpanan atas hasil riset ke dalam benak atau note,diperlukan mengingat memori kita sangat terbatas. Bagi individu yang memiliki lekatan memori yang kuat, tidak masalah apabila hasil riset disimpan di dalam benak belaka. Dalam tahapan penyimpanan ini, penulis dapat melakukan pengelompokan. Misalnya, saat melakukan riset kehidupan pada seorang pemulung, maka penulis dapat mengelompokan sesuai keinginannya, seperti drama, persoalan sosial, kriminalitas, horror dan sebagainya. Ini akan membantu penulis saat hendak menuangkan hasil riset tersebut ke dalam penulisan.

3. Seleksi

• Proses ini terjadi pada saat penulis sudah mendapatkan ide penulisan atau hendak memenuhi usulan tema yang diajukan PJ sebuah antologi. Misal, ketika penulis ingin mengikuti antologi bertema: Apokalips, sebuah tema yang menggali aspek kehidupan manusia pasca kehancuran global. Biasanya ditandai dengan kisah upaya manusia normal yang berusaha mempertahankan hidupnya dari kepungan manusia zombie. Penulis akan melihat memori/catatan hasil riset yang tersimpan: apakah hasil riset penulis mengenai kehidupan pemulung tadi cocok menjadi alur cerita atau karakter dalam cerita bertemakan tersebut? Kalau penulis menyimpan hasil riset lain misalnya dari referensi yang dibaca, ternyata ada penelitian yang mengatakan virus covid membuat manusia kebal terhadap mutasi gen. Ini kan menarik? Penulis tinggal menggali memori dan catatan untuk memilih hasil riset yang tepat dan menggunakannya untuk tema yang pas.

4. Terapkan

• Hasil riset yang cocok dengan tema, alur, genre, dan bentuk penulisan, akan sangat membantu penulis dalam menerapkannya ke dalam penulisan. Begitupun manakala penulis mengalami writing block, penulis dapat membuka catatan/memorinya mengenai hasil riset lain sebelumnya. Kemudian mencari konektifitas antara hasil riset yang satu dengan yang lain.

• Pengalaman praktis penulis:

o Pengalaman membaca buku berjudul The Day of The Jackal karya Frederick Forsyth dan Berita di Media mengenai dibebaskannya ayah dan paman pelaku pemerkosaan anak berusia 9 tahun di Aceh, saya gabungkan dalam alur cerpen thriller berjudul; ALGORITMA. Pengalaman membaca buku adalah endapan memori mengasyikan membaca novel tersebut, sedangkan berita justru merupakan endapan memori kegeraman. Keduanya saya blend dalam kisah seorang hacker yang mengirimkan pembunuh bayaran ke Aceh untuk menghabisi pelaku pemerkosaan. Ide kegagalan pembunuh bayaran saya dapatkan dari kegagalan pembunuh presiden Charles de Gaulle yang berjuluk The Jackal dari novel tersebut.

o Contoh-contoh lainnya saya share dalam power poin yang sudah saya share kepada peserta HUWARA ACADEMY Batch 2.

C. DUA PERTANYAAN KRUSIAL

Terdapat dua pertanyaan krusial dalam riset yang dapat mendorong proses penulisan. Keduanya patut dipertanyakan saat kita melakukan pengamatan sebuah fenomena. Kedua pertanyaan ini saling terkait erat yang pada akhirnya akan menuntun kita pada sebuah ide penulisan.

a. Why (mengapa)

Pertanyaan ini kita ajukan saat kita tertarik terhadap sebuah fenomena dan menjadikannya titik awal untuk melakukan riset. Pertanyaan ini kita ajukan pada diri sendiri untuk menemukan jawaban yang mendorong kita untuk menemukan jawaban/fakta/peristiwa berikutnya. Kembali pada contoh kehidupan seorang pemulung:

• Tanya I : Mengapa si fulan menjadi pemulung?

• Jawaban : Sejak bayi dia tidak mengenal orangtuanya dan hidup berdasarkan asuhan pemulung tua yang mengumpulkan kardus untuk dijual pada pengepul.

• Tanya II : Mengapa pemulung tua itu tidak mendampinginya?

• Jawaban : Pemulung tua sudah sakit-sakitan dan tidak punya kemampuan lagi untuk turun ke jalan dan akhirnya membiarkan pemulung kecil berumur 9 tahun itu meneruskan pekerjaannya untuk bisa mendapatkan penghasilan untuk makan. Dst.

b. Who (bagaimana) Pertanyaan ini mendorong kita untuk mengulik lebih dalam, behind the story (latar belakang) peristiwa yang dijelaskan dalam pertanyaan pertama (why). Jawaban atas pertanyaan ini akan membawa kita untuk menemukan alur cerita dan membuat kisah dapat mengalir;

• Tanya Ia : Bagaimana awalnya sampai dia ditemukan oleh pemulung tua?

• Jawaban : Sembilan tahun lalu, pemulung tua melakukan pekerjaan seperti biasanya dan menemukan bayi terbungkus selimut di jembatan layang tempat biasanya pemulung tua menemukan barang buangan. Tuhan menjawab doanya, karena selama ini dia merindukan cucunya yang dia tidak ketahui kabarnya.

• Tanya Ia : Bagaimana pemulung tua itu menderita sakit?

• Jawaban : Senja usai memulung, pemulung tua kembali ke TPA besar dan hendak mengambil bocah kecil yang dititipkan di PAUD yang dikelola relawan. Malangnya, dia menginjak lubang gas metan yang umumnya tersembunyi di bawah tumpukan sampah. Panas matahari siang berpadu dengan gas dari bawah lubang menimbulkan ledakan dan mengakibatkan tubuh pemulung tua terlempar beberapa meter. Berkat sumbangan komunitas pemulung, pemulung tua menjalani perawatan, tetapi tidak bisa memulihkan kondisi dalam waktu singkat. Itulah yang menyebabkan pemulung kecil itu akhirnya menggantikan pemulung tua menjalankan pekerjaan memulung.

Jika kedua pertanyaan ini diajukan saling bertautan, maka jalinannya akan membantu penulis menemukan alur cerita. Tugas penulis kemudian memasukan genre apa dan unsur-unsur dramatic lain yang sesuai dengan genre yang dipilih: drama, komedi, aksi, thriller, horror dan sebagainya.

D. MIND MAPPING

Akan lebih memudahkan untuk melakukan terhadap penulisan dan penempatan hasil riset akan sangat terbantu apabila menrapkan mind mapping. Ini alat bantu agar alur cerita tidak bias kemana-mana dan setia pada outline yang kita tentukan. Mind mapping juga membantu kita untuk mengidentifikasi hasil riset yang kita simpan untuk ditempatkan menjawab dua pertanyaan krusial atau memberi warna pada alur cerita dan pemilihan genre.

E. STRUKTUR PENULISAN DAN ENDING

Jika penulis sudah mendapatkan alur, genre, membuat outline maka penulis sudah siap untuk melakukan penulisan. Untuk membantu penulis menerapkan hasil riset dalam penulisan, saya memiliki resep sederhana yang membagi tulisan dalam tiga babak. Saya mencontek pembabakan cerita dari rekan-rekan saya – para penulis scenario – saat mereka menggarap scenario film atau sinetron. Dalam hal ini, saya menuangkannya secara sederhana saja:

Babak I : Perkenalan persoalan.

Dalam babak ini, penulis memaparkan secara padat dan ringkas gambaran singkat persoalan yang dihadapi karakter utamanya. Penulis dapat melakukannya menggunakan alur mundur (flash back) untuk kemudian secara perlahan maju ke masa kini. Saya senang membuka tulisan dengan kondisi kekinian (akibat yang dialami karakter utama) kemudian bergerak mundur ke masa sebelumnya dan kembali ke kondisi kekinian untuk mencapai klimaks ending. Pilihan ini saya gunakan agar pembaca bersedia mengikuti jalinan kisah yang saya bangun dan memberikan kejutan di akhir cerita.

Akhir babak I, bisa ditutup dengan cliffhanger, kondisi yang membangun rasa ingin tahu yang dibangun penulis agar pembaca menemukan jawabannya antara lain: mengapa peristiwa/kondisi tersebut dapat terjadi pada karakter utama.

Babak II : Pemaparan karakter, interkoneksi antar karakter, konflik Pada babak ini, penulis sudah berada di tengah jalan cerita. Jika di babak sebelumnya, penulis membuka cerita dari kondisi kekinian, maka dalam babak II, penulis dapat memaparkan hal-hal yang melatar belakangi kondisi di babak I. Disini penulis juga dapat meneritakan mengapa karakter utama dapat berada dalam situasi tersebut, hubungan karakter utama dengan karakter pendukung dan bagaimana hingga karakter utama berada dalam kondisi tersebut.

Akhir Babak II, merupakan cliffhanger lain menuju babak III yang boleh jadi telah di set penulis untuk memberikan gambaran terbaru dari kondisi kekinian di babak I – koneksi dengan paparan babak II dan akan ditutup di babak III.

Babak III : Landing ke Ending

Proses menuju babak III ini merupakan resolusi terhadap paparan di Babak II sekaligus pengkinian kondisi dari keadaan yang dipaparkan di Babak I. Babak III ini dapat ditulis dalam bentuk Open Ending atau Close Ending. Pada pokoknya, Babak III merupakan konklusi dari seluruh kisah yang dipaparkan sejak babak I.

Contoh:

Babak I : Seorang dosen yang memiliki karakter ingin membuka jarak dengan mahasiswanya, tertarik dengan salah satu mahasiswi, karena sang mahasiswi ini tidak pernah fokus terhadap pelajarannya. Sang dosen menduga, mahasiswa ini memiliki persoalan di rumahnya yang mempengaruhi perhatiannya. Boleh jadi juga dia memiliki inner child yang membebani pikirannya.

Babak II : Interaksi dosen dengan mahasiswa membuka fakta bahwa mahasiswa memiliki problema yang cukup rumit untuk dipaparkan. Karena sang dosen sudah berkomitmen untuk membantu mahasiswanya, maka undangan mahasiswa untuk datang minum kopi ke rumahnya dia penuhi. Semata-mata untuk membantu mahasiswa menyelesaikan persoalannya.

Babak III : Kenyataan menyeramkan bahkan mengerikan terkuak saat akhirnya Sang Dosen datang ke rumah mahasiswanya. Sayangnya, kesadaran tersebut datang terlambat. (Open Ending) – Sang Dosen dalam proses menyelamatkan jiwanya.

(Close Ending) – Sang Dosen mengalami kematian mengerikan.

F. TRANSISI

Ini sifatnya materi bonus saja dalam penulisan yang saya adopsi dari perpindahan scene atau adegan dalam sebuah adegan film atau sinetron. Karenanya saya menggunakan istilah DISOLVE dan CUT TO.

Disolve adalah transisi dari sebuah adegan pada kurun waktu berbeda menggunakan pendekatan paparan kalimat yang tidak disadari secara cermat oleh pembaca bahwa adegan terbaru itu berada dalam timeline berbeda dengan adegan sebelumnya. Saya menyukai pendekatan ini, karena perpindahannya – saya harapkan – tidak menggangu kenikmatan pembaca.

Cut To adalah transisi yang secara jelas menggambarkan perpindahan waktu dan situasi. Penandanya dalam bentuk bintang tiga di akhir kalimat atau memulai paragraph baru dengan kalimat yang jelas menggambarkan perpindahan tersebut, misalnya dengan kalimat: “Seminggu berlalu ….” Dan yang sejenisnya.

Demikian pemaparan saya atas materi RISET YANG MEMPERKAYA PENULISAN.

Semoga bermanfaat. Terimakasih.